BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Amputasi adalah pembedahan memotong dan mengangkat tungkai
dan lengan, amputasi yang disebabkan oleh kecelakaan (23%), penyakit (74%) dan
kelainan genital (3%). Amputasi merujuk pada pengangkatan semua atau sebagian ekstremitas.
Bila melakukan amputasi, dokterbedah berupaya untuk menyelamatkan sebanyak
mungkin tungkai. Amputasi dapat terbuka (guillotine) atau tertutup. Amputasi
terbuka dilakukan untuk infeksi berat. Untuk emputasi tertutup, dokter bedah
menutup luka dengan flap kulit yang dibuat dengan memotong tulang kira-kira dua
inci lebih pendek dari pada kulit dan otot.
Pada beberapa kasus, gips plester kaku diberikan pada
puntung diruang operasi. Prostetik tungkai sementara dengan telapak prostetik
kemudian disambungkan ke gips plester dan pasien diizinkan ambulasi dengan
beban berat badaan minimal dalam beberapa hari. Teurapik fisik biasanya mulai
mengajarkan tehnik-tehnik pemindahan dan latihan kekuatan otot setelah aalat
drainase luka diangkat. Ambulasi berlanjut saat pasien belajar begaimana untuk
menyeimbangkan bataang parallel pada ruang terapi fisik.
Komplikasi pasca operasi utama dihubungkan dengan amputasi
adalah infeksi, hemoragi, kontraktor dan emboli lemak. Kejadian klinik umum
sering menjadi sumber ketidak nyamanan untuk kebanyakan pasien adalah sensasi
fantom limb. Amputasi ekstremitas bawah dapat dibawah lutut (BKA) atau diatas
lutut (AKA).
Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk
membahas masalah tersebut dalam sebuah makalah yang berjudul (ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN AMPUTASI).
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan Amputasi ?
2.
Bagaimana cara pengkajian pada kliuen dengan Amputasi?
3.
Bagaimana cara mendiagnosa Amputasi?
C. TUJUAN PENULISAN
1.
Tujuan
umum
Diharapkan mahasiswa mahasiswi mampu
memahami bagaaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien amputasi.
2.
Tujuan
khusus
a.
Mahasiswa
mahasiswi mampu memahami konsep amputasi
b.
Mahasiswa
mahasiswi mampu melakukan pengkajian
c.
Mahasiswa
mahasiswi mampu melakukan diagnose
d.
Mahasiswa
mahasiswi mampu melakukan perencanaan
D. METODE PENULISAN
Penulisan makalah ini menggunakan
metode deskriptif yaitu suatu penyebab dan keadaan secara objektif dan
sistematis terdiri dari latar belakang, tujuan dan metode penulisa yang
diberkaitan dengan asuhan keperawatan pada pasien amputasi.
Dimana makalah ini juga terdapat
adaanya anggapan-anggapan dasar tentang amputasi dan pembahasannya juga
diuraikan didalamnya tujuannya untuk dapat memahami tentang amputasi dan dapat
memberikan asuhan keperawatan yang intensif pada pasien amputasi,
Tehnik penulisan dalam makalah ini
juga diterapkan bagi penulisan untuk membuat dan mengembangkan makalah ini
secara cermat dan teliti. Sehingga mehasiswa (i) mudah memahami dan mempelajari
tentang amputasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
Amputasi adalah pengangkatan organ yang
berada di luar tubuh (misal paha) dan embel – embel tubuh (misal ekor), baik
sebagian maupun keseluruhan (kedaruratan medik. 2000)
Amputasi adalah pengangkatan melalui pembedahan
kaki karena trauma, penyakit, tumor atau anomaly kongenital; terkelupasnya
kulit secara umum diperbaiki kembali untuk memudahkan penyembuhan dan
penggunaan peralatan protetik (Standart Perawatan Pasien Vol. 3. 1998)
Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagian
tubuh. Untuk amputasi tertutup, dokter bedah menutup luka dengan klap kulit
yang terbuat dengan memotong tulang kira-kira dua inci lebih pendek dari pada
kulit dan otot.
B. ETIOLOGI
Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :
1. Iskemia karena penyakit
reskulasisasi perifer biasanya pada orang tua seperti klien dengan
artherosklerosis, diabetes mellitus.
2. Trauma amputasi bisa diakibatkan
karena perang, kecelakaan, tremal injury seperti terbakar, tumor, infeksi,
gangguan metabolisme seperti pagets diseae dan kelainan kengenital
C. PATOFISIOLOGI
Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari
tubuh dengan dua metode :
1.
Metode
terbuka (guillotine)
Metode ini digunakan pada klien
dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya benar-benar terbuka dan di pasang
drainase agar luka bersih dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.
2.
Metode
tertutup (flap amputasi)
Pada metode ini kulit tepi ditarik
pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang di amputasi, tidak semua amputasi
di operasi dengan terencana, klasifikasi yang ada karena trauma amputasi.
PATHWAY
D. TINGKATAN AMPUTASI
1. Ekstremitas Atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat
mengenai tangan kanan atau tangan kiri,hal ini berkaitan dengan aktivitas
sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktifitas yang lainnya
yangmelibatkan tangan.
2.
Ekstremitas
Bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat
mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal
mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi
pada ekstremitas terbagi menjadi dua letak amputasi yaitu :
1.
Amputasi
dibawah lutut (below knee amputation)
2.
Amputasi
diatas lutut
E.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Ø Foto
rontgen : Mengidentifikasi abnormalitas tulang.
Ø Skan
CT
: Mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, pembentukan hematoma.
Ø LED
: Mengindikasikan respons inflamasi
Ø Kultur
luka : Mengidentifikasi
adanya luka / infeksi dan organisme penyebab.
Ø Biopsy
: Mengkonfirmasikan diagnosa masa benigna / maligna.
F. PENATALAKSANAAN AMPUTASI
Amputasi
dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi :
1.
Rigid
dressing
Yaitu dengan
menggunakan plester of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu
memasang harus direncanakan apakah penderita harus imobilisasi atau tidak. Bila
tidak memasang segera dengan memperhatikan jangan sampai menyebabkan konstriksi
stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang
menonjol.
Setelah pemasangan rigid dressing
bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera, mobilisasi setelah 7-10 hari post
operasi dengan mobilisasi segera, mobilisasi setelah luka sembuh. Setelah 2-3
minggu setelah luka stump dan mature.
2.
Soft
dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka
digunakan pembalut steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang
bantalan yang cukup. Harus diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai
menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan
kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak
baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan
dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft
dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya
mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 – 14 post operasi. Pada
amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal
dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.
G.
DAMPAK MASALAH TERHADAP SISTEM TUBUH
Adapun
pengaruhnya meliputi :
1.
Kecepatan
metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan
immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi simpatik serta
penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan metabolisme
basal.
2.
Ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh
akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme, maka akan mengubah
tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan
intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah
sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien
sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus
posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan
diuresis.
3.
Sistem
respirasi
a. Penurunan kapasitas paru
Pada
klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot
intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi
maksimal dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan perfusi setempat
Dalam
posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio
ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi
peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat
immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga
sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu
gerakan siliaris normal.
4.
Sistem
Kardiovaskuler
a. Peningkatan denyut nadi
Terjadi
sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme
pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan
immobilisasi.
b. Penurunan cardiac reserve
Dibawah
pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu
pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi
Pada
keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan
venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada
vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume
darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak
cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien
merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
5.
Sistem
Muskuloskeletal
a. Penurunan kekuatan otot
Dengan
adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan
nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa
metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi otot
Karena
adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi
persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi
dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi
penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan
anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
6.
Sistem
Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat
penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar
pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori
yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya
jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi
kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces
lebih keras dan orang sulit buang air besar.
7.
Sistem
perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang,
renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan sejajar, sehingga
aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine
sehingga dapat menyebabkan :
a. Akumulasi endapan urine di renal
pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
b. Tertahannya urine pada ginjal akan
menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK.
8.
Sistem
integument
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti
punggung dan bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai
darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia,
hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase
untuk meningkatkan suplai darah.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN AMPUTASI
I.
PENGKAJIAN
a.
Pengumpulan Data
1.
Identitas
Klien
Meliputi
: Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, diagnosa medis, no
register dan tanggal MRS.
2.
Keluhan
Utama
Biasanya
px mengeluh sakit (nyeri) pada daerah luka post op apabila digerakkan.
3.
Riwayat
Penyakit Dahulu.
Pada
klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah mengalami
tindakan operasi apa tidak.
4.
Riwayat
Penyakit Sekarang.
Pada
umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka operasi.
5.
Riwayat
Penyakit Keluarga.
Didalam
anggota keluara tidak / ada yang pernah mengalami penyakit fraktur / penyakit
menular.
b.
Pola – Pola Fungsi
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : keterbatasan
actual atau antisipasi yang dimungkinkan oleh kondisi/amputasi
2. Integritas ego
Tanda
: ansietas, ketakutan, peka, marah, ketakutan, menarik diri, keceriaan berdaya
Gejala
: masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situasi financial, reaksi
orang lain perasaan putus asa, tidak berdaya.
3. Seksualitas
Gejala :
masalah tentang keintiman hubungan
4. Interaksi social
Gejala :
masalah hubungan dengan penyakit atau kondisi.
.
II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Untuk klien dengan amputasi diagnosa keperawatan yang lazim
terjadi adalah :
1. Gangguan mobilisasi fisik
berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri
berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan otot.
3. Gangguan pemenuhan ADL; personal
hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
4. Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan tirah baring yang lama.
5. Potensial kontraktur berhubungan
dengan immobilisasi.
6. Potensial infeksi berhubungan dengan
adanya luka yang terbuka.
III.
PERENCANAAN/ INTERVENSI
1. Gangguan mobilisasi fisik
berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
a. Tujuan :
Jangka Panjang :
Mobilisasi
fisik terpenuhi.
Jangka Pendek :
-
Klien
dapat menggerakkan anggota tubuhnya yang lainnya yang masih ada.
-
Klien
dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk.
-
ROM,
tonus dan kekuatan otot terpelihara.
-
Klien
dapat melakukan ambulasi.
b. Intervensi :
1) Kaji ketidakmampuan bergerak klien
yang diakibatkan oleh prosedur pengobatan dan catat persepsi klien terhadap
immobilisasi.
Rasional : Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien dan persepsi klien terhadap immobilisasi akan dapat menemukan aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.
Rasional : Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien dan persepsi klien terhadap immobilisasi akan dapat menemukan aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.
2) Latih klien untuk menggerakkan
anggota badan yang masih ada.
Rasional
: Pergerakan dapat meningkatkan aliran darah ke otot, memelihara pergerakan
sendi dan mencegah kontraktur, atropi.
3) Tingkatkan ambulasi klien seperti
mengajarkan menggunakan tongkat dan kursi roda.
Rasional
: Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan menggunakan alat-alat yang
perlu digunakan oleh klien dan juga untuk memenuhi aktivitas klien.
4) Ganti posisi klien setiap 3 – 4 jam
secara periodic
Rasional
: Pergantian posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah terjadinya kontraktur.
5) Bantu klien mengganti posisi dari
tidur ke duduk dan turun dari tempat tidur.
Rasional
: Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam duduk dan turun dari tempat
tidur.
2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri
berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan otot.
a. Tujuan :
Jangka
Panjang :
Nyeri
berkurang atau hilang
Jangka
Pendek :
-
Ekspresi
wajah klien tidak meringis kesakitan.
-
Klien
menyatakan nyerinya berkurang
-
Klien
mampu beraktivitas tanpa mengeluh nyeri.
b. Intervensi :
1) Tinggikan posisi stump
Rasional
: Posisi stump lebih tinggi akan meningkatkan aliran balik vena, mengurangi
edema dan nyeri.
2) Evaluasi derajat nyeri, catat
lokasi, karakteristik dan intensitasnya, catat perubahan tanda-tanda vital dan
emosi.
Rasional
: Merupakan intervensi monitoring yang efektif. Tingkat kegelisahan mempengaruhi
persepsi reaksi nyeri.
3) Berikan teknik penanganan stress
seperti relaksasi, latihan nafas dalam atau massase dan distraksi.
Rasional
: Distraksi untuk mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri karena perhatian
klien dialihkan pada hal-hal lain, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan
pada otot yang menurunkan rangsang nyeri pada saraf-saraf nyeri.
4) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional
: Analgetik dapat meningkatkan ambang nyeri pada pusat nyeri di otak atau dapat
membloking rangsang nyeri sehingga tidak sampai ke susunan saraf pusat.
3. Gangguan pemenuhan ADL; personal
hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
a. Tujuan :
Jangka
Panjang :
Klien
dapat melakukan perawatan diri secara mandiri.
Jangka
Pendek :
-
Tubuh,
mulut dan gigi bersih serta tidak berbau.
-
Kuku
pendek dan bersih.
-
Rambut
bersih dan rapih
-
Pakaian,
tempat tidur dan meja klien bersih dan rapih.
-
Klien
mengatakan merasa nyaman.
b. Intervensi :
1) Bantu klien dalam hal mandi dan
gosok gigi dengan cara mendekatkan alat-alat mandi, dan menyediakan air di
pinggirnya, jika klien mampu.
Rasional
: Dengan menyediakan air dan mendekatkan alat-alat mandi maka akan mendorong
kemandirian klien dalam hal perawatan dan melakukan aktivitas.
2) Bantu klien dalam mencuci rambut dan
potong kuku.
Rasional
: Dengan membantu klien dalam mencuci rambut dan memotong kuku maka kebersihan
rambut dan kuku terpenuhi.
3) Anjurkan klien untuk senantiasa
merapikan rambut dan mengganti pakaiannya setiap hari.
Rasional
: Dengan membersihkan dan merapihkan lingkungan akan memberikan rasa nyaman
klien.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan
dengan tirah baring yang lama.
a. Tujuan :
Jangka
Panjang :
Klien
dapat sembuh tanpa komplikasi seperti infeksi.
Jangka
Pendek :
-
Kulit
bersih dan kelembaban cukup.
-
Kulit
tidak berwarna merah.
-
Kulit
pada bokong tidak terasa ngilu.
b. Intervensi :
1) Kerjasama dengan keluarga untuk
selalu menyediakan sabun mandi saat mandi.
Rasional
: Sabun mengandung antiseptik yang dapat menghilangkan kuman dan kotoran pada
kulit sehingga kulit bersih dan tetap lembab.
2) Pelihara kebersihan dan kerapihan
alat tenun setiap hari.
Rasional
: Alat tenun yang bersih dan rapih mengurangi resiko kerusakan kulit dan mencegah
masuknya mikroorganisme.
3) Anjurkan pada klien untuk merubah
posisi tidurnya setiap 3 – 4 jam sekali
Rasional
: Untuk mencegah penekanan yang terlalu lama yang dapat menyebabkan iritasi.
5. Resiko tinggi terhadap kontraktur berhubungan
dengan immobilisasi.
a. Tujuan :
Jangka
Panjang :
Kontraktur
tidak terjadi.
Jangka
Pendek :
-
Klien
dapat melakukan latihan rentang gerak.
-
Setiap
persendian dapat digerakkan dengan baik.
-
Tidak
terjadi tanda-tanda kontraktur seperti kaku pada persendian.
b. Intervensi :
1) Pertahankan peningkatan kontinyu
dari puntung selama 24 – 48 jam sesuai pesanan. Jangan menekuk lutut, tempat
tidur atau menempatkan bantal dibawah sisa tungkai, tinggikan kaku tempat tidur
melalui blok untuk meninggikan puntung.
Rasional
: Peninggian menurunkan edema dan menurunkan resiko kontraktur fleksi dari
panggul.
2) Tempatkan klien pada posisi
telungkup selama 30 menit 3 – 4 kali setiap hari setelah periode yang ditentukan
dari peninggian kontinyu.
Rasional
: Otot normalnya berkontraksi waktu dipotong. Posisi telungkup membantu
mempertahankan tungkai sisa pada ekstensi penuh.
3) Tempatkan rol trokanter disamping
paha untuk mempertahankan tungkai adduksi.
Rasional
: Kontraktur adduksi dapat terjadi karena otot fleksor lebih kuat dari pada
otot ekstensor.
4) Mulai latihan rentang gerak pada
puntung 2 – 3 kali sehari mulai pada hari pertama pasca operasi. Konsul
terapist fisik untuk latihan yang tepat.
Rasional
: Latihan rentang gerak membantu mempertahankan fleksibilitas dan tonus otot.
6. Potensial infeksi berhubungan dengan
adanya luka yang terbuka.
a. Tujuan :
Jangka
Panjang :
Infeksi
tidak terjadi
Jangka
Pendek :
-
Luka
bersih dan kering
-
Daerah
sekitar luka tidak kemerahan dan tidak bengkak.
-
Tanda-tanda
vital normal
-
Nilai
leukosit normal (5000 – 10.000/mm3)
b. Intervensi :
1) Observasi keadaan luka
Rasional
: Untuk memonitor bila ada tanda-tanda infeksi sehingga akan cepat
ditanggulangi.
2) Gunakan teknik aseptik dan
antiseptik dalam melakukan setiap tindakan keperawatan
Rasional
: Tehnik aseptik dan antiseptik untuk mencegah pertumbuhan atau membunuh kuman
sehingga infeksi tidak terjadi.
3) Ganti balutan 2 kali sehari dengan
alat yang steril.
Rasional
: Mengganti balutan untuk menjaga agar luka tetap bersih dan dengan menggunakan
peralatan yang steril agar luka tidak terkontaminasi oleh kuman dari luar.
4) Monitor LED
Rasional
: Memonitor LED untuk mengetahui adanya leukositosis yang merupakan tanda-tanda
infeksi.
5) Monitor tanda-tanda vital
Rasional
: Peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi dan penurunan tekanan darah
merupakan salah satu terjadinya infeksi
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Amputasi adalah pengangkatan memalui bedah atau traumatic
pada tungkai dan lengan. Pada umumnya trauma amputasi, bisa disebabkan tumor,
infeksi, gangguan metabolisme seperti disease dan kelainan congenital.
Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian dari tubuh.
B.
SARAN
1.
Bagi
klien dan keluarga
Diharapkan klien mengeri dan
memahami terhadap kesehatan citra tubuh
yang dialaminya. Tahu tentang pengobatan dan pemulihan
2. Bagi perawat
Diharapkan
dalam melakukan tindakan keperawatan hendaknya sesuai dengan masalah klien
berdasarkan kebutuhan, baik psikologi dan spiritual sehingga dapat diketahui
permasalahan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton,
Arthur C, and john E. Hall 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-9
jakarta : EGC
Katzung, betran G, 1998 farmakologi dasar dan klinik edisi
IV, Jakarta : EGC
Price, silvia A, and lorraine M. Wilson. 1995. patofisiologi
: konsep klinis
Proses-proses penyakit vol. II edisi IV, Jakarta :EGC
Sudayo,
Aru W. dkk. 2006 buku ajar ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas
Indonesia.
0 Komentar untuk "Asuhan Keperawatan Amputasi"