LAPORAN PENDAHULUAN KEHAMILAN DENGAN SEROTINUS (KEHAMILAN LEWAT BULAN)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Komprehensif II
Jofan Arya Pratama (2011011193)
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CENDEKIA UTAMA KUDUS
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kehamilan postterm disebut juga kehamilan
serotinus, kehamilan lewat bulan, kehamilan lewat waktu, prolonged pregnancy, extended pregnancy,
postdate/post datisme atau pascamaturitas
adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau
lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Neagle dengan
siklus haid rata-rata (Prawiroharjo, 2009 : 686).
Kehamilan
postterm berpengaruh pada
janin. Dalam kenyataannya kehamilan serotinus mempunyai pengaruh terhadap
perkembangan janin sampai kematian janin. Ada janin yang dalam masa kehamilan
42 minggu atau lebih berat badannya meningkat terus, ada yang tidak bertambah,
ada yang lahir dengan berat badan kurang dari semestinya, atau meninggal dalam
kandungan karena kekurangan zat makanan dan oksigen. Sementara itu resiko bagi
ibu dengan kehamilan serotinus dapat berupa partus lama, inersia uteri, dan
perdarahan pasca persalinan
ataupun tindakan obstetric yang
menigkat (Prawiroharjo, 2009 : 686).
Faktor
penyebab kematian ibu dibagi menjadi dua yaitu, faktor penyebab langsung dan
faktor penyebab tidak langsung. Faktor penyebab langsung kematian ibu di
Indonesia masih didominasi oleh perdarahan, eklampsia, dan infeksi. Sedangkan
faktor tidak langsung penyebab kematian ibu karena masih banyaknya kasus 3
(tiga) Terlambat dan 4 (empat) Terlalu. Penyebab langsung kematian ibu di
Indonesia adalah pendarahan 28%, eklamsi 24%, infeksi 11%, partus lama 5%,
aborsi 5%, dan lain-lain 27%, yang didalam terdapat juga penyulit pada masa
kehamilan dan penyulit pada masa persalinan (Departemen Kesehatan RI, 2010).
Berdasarkan
studi pendahuluan yang telah dilakukan pada serotinus di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Semarang pada tahun 2011 sebanyak 213 kasus dan pada tahun 2012
mengalami peningkatan kejadian Hamil dengan serotinus sebanyak 223 kasus (Rekam
Medik RSUD Kota Semarang, 2013). Pada tahun 2013 dari bulan Januari sampai
bulan Maret sudah mencapai 73 kasus (Poli Obsgyn RSUD Kota Semarang, 2013).
B.
Tujuan Penulisan
a.
Tujuan
Khusus
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara
benar dan tepat pada pasien dengan kehamilan serotinus
b.
Tujuan
Umum
1)
Mahasiswa
mampu memahami tentang konsep dasar kehamilan
2)
Mahasiswa
mampu memahami definisi serotinus
3)
Mahasiswa
mampu memahami
tentang etiologi
serotinus
4)
Mahasiswa
mampu memahami
tentang manifestasi klinis serotinus
5)
Mahasiswa
mampu memahami
tentang patofisiologis serotinus
6)
Mahasiswa
mampu memahami
tentang pathway serotinus
7)
Mahasiswa
mampu memahami
tentang komplikasi
serotinus
8)
Mahasiswa
dapat
memahami tentang pemeriksaan penunjang serotinus
9)
Mahasiswa
dapat memahami tentang penatalaksanaan
serotinus
10)
Mahasiswa
dapat memahami tentang pengkajian keperawatan serotinus
11)
Mahasiswa
dapat
memahami tentang diagnosa dan intervensi keperawatan serotinus
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Konsep Dasar Kehamilan
1. Pengertian
Kehamilan
Kehamilan merupakan masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai
lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7
hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan juga dibagi menjadi 3
triwulan yaitu triwulan pertama dimulai konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua
dari bulan keempat sampai 6 bulan, tiwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9
bulan (Prawiroharjo,2008 : 89).
2. Konsep
Kehamilan
Menurut Manuaba (2009 : 81), konsep kehamilan normal yaitu
peningkatan tekanan terjadi setelah folikel
de graaf matang dengan mengeluarkan estrogen dan atas pengaruh FSH yang
menurun dan merangsang LH sehingga terjadi pula ruptur dengan melemparkan ovum
yang dibungkus oleh cumulus ooforus dan
korona radiate. Semakin
meningkatnya estrogen akan mengakibatkan terjadinya gerakan putar balik ovarium
pada sumbunya dan fimbria tuba makin mendekati ovarium yang kedua. Gerakan
tersebut selalu dapat mengelilingi ovarium. Dengan demikian, seluruh permukaan
ovarium seolah-olah tertutup oleh fimbria sehingga saat terjadi ovulasi, ovum
selalu dapat ditangkap oleh fimbria. Estrogen yang dikeluarkan oleh vilinya
sehingga menimbulkan aliran cairannya menuju uterus.
Karena pengaruh LH, komolus
ooforus dan sel korona radiate ikut mengeluarkan progesteron yang dapat
meningkatkan gerak sepertiga dari tuba sampai ismus, untuk mempercepat jalannya
ovum. Ovum akan berada pada tuba fallopi selama 80 jam, khususnya di ampula
tuba, sebagai tempat terluas dan kemungkinan akan terjadinya konsepsi.
Saat puncak masa subur, lendir serviks sangat jernih sehingga mudah
ditembus oleh spermatozoa. Dalam perjalanan menuju tuba, spermatozoa mengalami
kapasitasi dengan melepaskan sebagian pembungkus kepala yang terdiri glikoprotein dan mampu melakukan
tugas menembus ovum melalui stomata yang
telah siap. Hasil konsepsi meneruskan perjalanannya dan masuk kavum uteri dalam
bentuk blastostista serta masih
memerlukan kesiapan endometrium sekitar 90-150 jam.
3. Tanda-tanda
kehamilan
Tanda-tanda
kehamilan menurut Hidayati (2009 : 33-37), sebagai berikut :
1) Tanda
mungkin hamil
a) Amenorrhea (berhentinya haid).
b) Mual dan
muntah.
c) Mastodinia yaitu rasa kencang dan sakit
pada payudara disebabkan payudara mambesar.
d) Quickening adalah presepsi gerakan janin
pertama, biasanya disadari oleh wanita pada kehamilan 18-20 minggu.
e) Keluhan
kencing.
2) Tanda
kemungkinan hamil
a) Tanda Hegar yaitu perlunakan pada daerah
isthmus uteri.
b) Tanda Goodell’s yaitu serviks terasa lebih
lunak.
c) Tanda Chadwick yaitu dinding vagina
mengalami warna kebiru-biruan.
d) Tanda Mc Donald yaitu fundus uteri dan
serviks bisa dengan mudah difleksikan satu sama lain dan tergantung pada lunak
atau tidaknya jaringan isthmus.
e) Terjadi
pembesaran perut.
f) Teraba ballottement.
g) Kontraksi
uterus.
3) Tanda
pasti hamil
a) Teraba
bagian-bagian janin .
b) Teraba
gerakan janin.
c) Denyut
jantung janin (DJJ) sudah dapat didengar.
d) Pemeriksaan
dengan USG terlihat kerangka janin.
4. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kehamilan
Menurut Pantikawati (2010: 79-88), faktor yang mempengaruhi
kehamilan berikut adalah :
1) Faktor
fisik
a) Status
kesehatan
Dua klasifikasi dasar yang
berkaitan dengan status kesehatan, yaitu
-
Penyakit atau komplikasi akibat langsung
kehamilan, yaitu hiperemesis gravidarum, preeklasia/eklamsia, kehamilan lewat
bulan, kehamilan ektopik, kelainan plasenta atau selaput janin, perdarahan
antepartum dan gemelli.
-
Penyakit atau komplikasi yang tidak berhubungan
langsung dengan kehamilan, yaitu varises, oedem, hematoma vulva, anemia,
jantung, hipertensi, asma, hepatitis, dan penyakit IMS (Infeksi Menular
Seksual).
b) Status
gizi
Kebutuhan status gizi yang
penting untuk ibu hamil yaitu asam folat, protein, zat besi (Fe), kalsium,
energi, pemberian yodium,
pemberian zinc, magnesium, dan minyak ikan.
c) Faktor
psikologis
Faktor psikologis yang
mempengaruhi ibu hamil ada dua macam yaitu :
-
Internal, meliputi kecemasan, ketegangan,
ketakutan, penyakit, cacat, tidak percaya diri, perubahan penampilan, perubahan
sebagai orang tua, sikap ibu terhadap kehamilannya, takut terhadap persalinan.
-
Eksternal, meliputi support mental, broken home, kasih sayang.
B.
Pengertian Kehamilan
Serotinus
Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang
berlangsung lebih lama yaitu 42 minggu. Dihitung berdasarkan rumus Neagle
dengan siklus haid rata-rata 28 hari (Mochtar, R. 2009).
Masa post kehamilan adalah kehamilan yang
berlangsung melebihi 42 minggu dan masa kehamilan 249 hari dari kehamilan
normal (May A. K. & Mahl Meister. R. M. 2009).
Kehamilan
serotinus adalah kehamilan yang umur kehamilannya lebih dari 42 minggu (Hanifa,
2002).
Kehamilan
lewat waktu (serotinus) adalah kehamilan melewati waktu 294 hari atau 42
minggu. Kehamilan lewat dari 42 minggu ini didasarkan pada hitungan usia
kehamilan (dengan rumus Neagle), menurut Anggarani (2007 : 83).
Rumus Neagle
ini adalah untuk menghitung tanggal kelahiran bayi yaitu (tanggal +7, bulan
-3, tahun +1) atau (tanggal +7, bulan +9, tahun +0), menurut C Trihendradi
(2010 : 11).
Jadi
dapat disimpulkan bahwa kehamilan serotinus adalah kehamilan yang lewat waktu
lebih dari 42 minggu belum terjadi persalinan yang bisa berpengaruh pada janin
dapat meninggal dalam kandungan karena kekurangan zat makanan dan oksigen.
C.
Etiologi
Penyebab
terjadinya serotinus belum diketahui secara pasti, namun ada faktor yang bisa
menyebabkan serotinus seperti
halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab terjadinya
kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan.
Beberapa teori yang menjadi pendukung terjadinya kehamilan serotinus antara
lain sebagai berikut:
1. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron
dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting
dalam memacu proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas
uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya
kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesterone.
2. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk
induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi kesan atau dipercaya bahwa
oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan
persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang
pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan
postterm.
3. Teori Kortisol/ACTH Janin
Dalam teori ini diajukan
bahwa “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat
peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan
mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar
sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi
prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal
janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol
janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat
bulan (Sarwono Prawirohardjo, 2009: 687).
4. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion
servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada
keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan
letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga
sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm.
5. Herediter
Beberapa penulis menyatakan
bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan postterm mempunyai kecenderungan
untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti
dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan
postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak
perempuannya akan mengalami kehamilan postterm (Sarwono Prawirohardjo, 2009: 687).
6. Kurangnya air ketuban.
7. Insufisiensi plasenta (Kapita Selekta
Kedokteran Jilid I Edisi III, 2008).
D.
Klasifikasi Kehamilan
Serotinus
Menurut Prawiroharjo (2009 :
691), klasifikasi pada bayi lewat bulan adalah :
1. Stadium
I yaitu kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi
seperti kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
2. Stadium
II seperti stadium I dan disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) di kulit.
3. Stadium
III seperti stadium I dan disertai dengan pewarnaan kekuningan pada kuku,
kulit, dan tali pusat.
E.
Manifestasi Klinis
1.
Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah
gerakan janin yang jarang, yaitu secara subyektif
2.
kurang dari 7 kali/20 menit atau secara
obyektif dengan KTG kurang dari 10 kali/20 menit.
3.
TFU tidak sesuai umur kehamilan.
4.
Air
ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran (klasifikasi) plasenta diketahui
dengan pemeriksaan USG.
Pengaruh dari seronitus
adalah :
1.
Terhadap Ibu :
Pengaruh postmatur dapat
menyebabkan distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, maka akan sering
dijumpai partus lama, inersia uteri, dan pendarahan postpartum.
2.
Terhadap Bayi
Jumlah kematian janin/bayi
pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih besar dari kehamilan 40 minggu, karena
postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada
janin bervariasi seperti berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada
yang berkurang sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang terjadi kematian
janin dalam kandungan, kesalahan letak, distosai bahu, janin besar, moulage.
Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gede, 1998) adalah :
1.
Biasanya
lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram).
2.
Tulang
dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur.
3.
Rambut
lanugo hilang atau sangat kurang.
4.
Verniks
kaseosa di bidan kurang.
5.
Kuku-kuku
panjang.
6.
Rambut
kepala agak tebal.
7.
Kulit
agak pucat dengan deskuamasi epitel.
F.
Patofisiologi
Fungsi plasenta mencapai puncaknya ada
kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal
ini dapat dibuktikan dengan penurunan estriol dan plasental laktogen. Rendahnya
fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan resiko
3 kali.
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah
plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 akibat tidak
timbul his sehingga pemasakan nutrisi dan O2 menurun menuju janin di
samping adanya spasme arteri spiralis menyebabkan
janin resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim.
Makin menurun sirkulasi darah menuju sirkulasi
plasenta dapat mengakibatkan pertumbuhan janin makin lambat dan penurunan berat
disebut dismatur, sebagian janin bertambah besar sehingga memerlukan tindakan
operasi persalinan, terjadi perubahan metabolisme janin, jumlah air ketuban
berkurang dan makin kental menyebabkan perubahan abnormal jantung janin
(Wiknjosastro, H. 2009,
Manuaba, G.B.I, 2011 &
Mochtar R, 2009).
G.
Pathway
Terlampir
H.
Komplikasi
Menurut Mochtar (1998), komplikasi yang terjadi
pada kehamilan serotinus yaitu :
1. Komplikasi pada Ibu
Komplikasi yang terjadi pada ibu dapat
menyebabkan partus lama, inersia uteri, atonia uteri dan perdarahan postpartum.
2. Komplikasi pada Janin
Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti berat
badan janin bertambah besar, tetap atau berkurang, serta dapat terjadi kematian
janin dalam kandungan.
Menurut Prawirohardjo (2006), komplikasi yang
terjadi pada kehamilan serotinus yaitu komplikasi pada Janin. Komplikasi
yang terjadi pada bayi seperti :
a) gawat janin.
b) gerakan janin berkurang.
c) kematian janin.
d) asfiksia neonaturum dan kelainan letak.
Menurut Achdiat (2004), komplikasi yang terjadi
pada kehamilan serotinus yaitu komplikasi pada janin. Komplikasi yang terjadi
seperti :
a) kelainan kongenital.
b) sindroma aspirasi meconium.
c) gawat janin dalam persalinan.
d) bayi besar (makrosomia).
e) pertumbuhan janin terlambat.
f) kelainan jangka panjang pada bayi.
I.
Pemeriksaan Penunjang
1. Bila HPHT dicatat dengan baik, diketahui wanita
hamil, diagnosis tidak sukar.
2. Bila wanita tidak tahu atau lupa haid terakhirnya,
maka hanyalah dengan pemeriksaan antenatal care yang teratur dapat diikuti dengan
naik nya fundus uteri, mulainya gerakan janin maka sangat membantu diagnosis.
3. Pemeriksaan berat badan ibu, apakah berkurang?
Dan juga lingkar perut dan jumlah air ketuban.
4. Pemeriksaan Rontgenology dapat dijumpai pusat-pusat
penulangan pada bagian distal femur, bagian proksimal tibia dan tulang kuboid.
5. Ultrasonografi untuk menentukan ukuran
bipariental, gerakan janin dan jumlah air ketuban.
6. Pemeriksaan sitology air ketuban : air ketuban
diambil dengan amnion sintesis baik transvaginal mau pun trans abdominal.
7. Amnioskopy untuk melihat derajat kekeruhan air
ketuban, menurut warnanya karena kekeruhan oleh mekonium.
8. Kardiotokografy untuk mengawasi dan membaca
denyut jantung janin karena insufisiensi plasenta.
9. Uji oksitoxin : dengan infuse tetes oksitoxin
dan diawasi reaksi terhadap kontraksi uterus.
10. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin.
11. Pemeriksaan pH darah kepala janin.
12. Pemeriksaan sitology vagina. (Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid I).
J.
Penatalaksanaan
1. Setelah usia kehamilan
> 40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin sebaik-baiknya.
2. Apabila tidak ada
tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu dengan
pengawasan ketat. (Taufan, 2012).
3. Lakukan pemeriksaan dengan
cara Bishop skore.
Bishop skore adalah suatu cara untuk
menilai kematangan serviks dan responsnya terhadap suatu induksi persalinan,
karena telah diketahui bahwa serviks bishop
skore rendah artinya serviks
belum matang dan memberikan angka kegagalan yang lebih tinggi dibanding
serviks yang matang. Lima kondisi yang dinilai dari serviks
adalah :
a) Pembukaan
(Dilatation) yaitu ukuran diameter leher rahim yang terenggang. Ini
melengkapi pendataran, dan biasanya merupakan indikator yang paling penting
dari kemajuan melalui tahap pertama kerja.
b) Pendataran/penipisan
(Effacement) yaitu ukuran regangan sudah ada di leher rahim.
c) Penurunan
kepala janin (Station) yaitu mengambarkan posisi janin kepala dalam
hubungannya dengan jarak dari iskiadika punggung, yang dapat teraba jauh di
dalam vagina posterior (sekitar 8-10 cm) sebagai tonjolan tulang.
d) Konsistensi
(Consistency) yaitu dalam primigravida leher rahim perempuan biasanya
lebih keras dan tahan terhadap peregangan, seperti sebuah balon sebelumnya
belum meningkat. Lebih jauh lagi, pada wanita muda serviks lebih tangguh dari
pada wanita yang lebih tua.
e) Posisi
ostinum uteri (Position) yaitu posisi leher rahim perempuan bervariasi
antara individu. Sebagai anatomi vagina sebenarnya menghadap ke bawah, anterior
dan posterior lokasi relatif menggambarkan batas atas dan bawah dari vagina.
Posisi anterior lebih baik sejajar dengan rahim, dan karena itu memungkinkan
peningkatan kelahiran spontan.
Tabel 2.1 Bishop
Skore
Achadiat (2004 :
17-18)
Skore
|
0
|
1
|
2
|
3
|
Pembukaan
|
0
|
1
|
3-4
|
5-6
|
Pendataran
|
0-30%
|
40-50%
|
60-70%
|
80%
|
Station
|
-3
|
-2
|
-1
|
+1+2
|
Konsistensi
|
Keras
|
Sedang
|
Lunak
|
Sangat lunak
|
Posisi Os
|
Posterior
|
Tengah
|
Anterior
|
Anterior
|
Untuk
menilai Bishop Skore yaitu :
a) Bishop
Skore > 5 yaitu induksi persalinan
Cara
induksi persalinan adalah
1) Menggunakan
tablet Misoprostol/Cytotec yaitu 25-50 mg yang diletakkan di forniks posterior
setiap 6-8 jam hingga munculnya his / kontraksi.
2) Menggunakan
oksitoksin intravena yaitu infus oksitoksin biasanya mengandung 10-20 unit
ekuivalen dengan 10.000-20.000 mU dicampur dengan 1000 ml larutan Ringer
Laktat, masing-masing menghasilkan konsistensi oksitoksin 10-20 mU/ml.
Tabel
2.2 Regimen Oksitoksin pada Induksi Persalinan
Kenneth J. Laveno
Skore
|
0
|
1
|
2
|
3
|
Pembukaan
|
0
|
1
|
3-4
|
5-6
|
Pendataran
|
0-30%
|
40-50%
|
60-70%
|
80%
|
Station
|
-3
|
-2
|
-1
|
+1+2
|
Konsistensi
|
Keras
|
Sedang
|
Lunak
|
Sangat lunak
|
Posisi Os
|
Posterior
|
Tengah
|
Anterior
|
Anterior
|
b) Bishop
Skore < 5
1) Pemantauan
janin dengan prafil biofisik, Nonstress test (NST), Contraction Stess
Test (CST).
2) Volume
ketuban normal, NST reaktif yaitu diulangi 2x / minggu.
3) Volume
ketuban normal, NST non reaktif, CST positif yaitu dilakukan SC.
4) Volume
ketuban normal, NST non reaktif dan CST negatif yaitu dilakukan pengulangan CST
dalam 3 hari.
5) Oligohidramnion
(kantong amnion < 2 cm) yaitu dilakukan SC.
6) Deselerasi
variable yaitu matangkan serviks dan induksi persalinan.
7) Pematangan
serviks dapat dilakukan dengan kateter voley, oksitoksin, prostaglandin
(Misoprostol), relaksin (melunakkan serviks), pemecahan selaput
ketuban.
8) Persalinan
per vaginam yaitu Ibu miring ke kiri, berikan oksigen, monitor DJJ, induksi
persalinan dengan tetes Pitosin (jika tidak ada kontraindikasi dan belum ada
tanda hipoksia intrauterine), tetes Pitoksin di naikkan jangan melebihi
2 m U/ menit atau di naikkan dengan interval < 30 menit, amniotomi pada fase
aktif, infus intraamniotik dengan 300 - 500 mL NaCl hangat selama 30 menit
yaitu untuk mengatasi.
9) Oligohidramnion
dan mekoneum, konfirmasi kesejahteraan janin.
10) Dilakukan
Sectio Caesaria, jika gawat janin (deselerasi lambat, pewarnaan
mekoneum), gerakan janin abnormal (< 5 kali / 20 menit), contraction
stress test (CST), berat Badan > 4000 gr, malposisi, malpresentasi,
partus > 18 jam, bayi belum lahir, menurut Kurniawati (2009 : IX 41-42).
11) Dilakukan
vakum ekstraksi, syarat vakum, menurut Manuaba (2003 : 159) yaitu :
a) Pembukaan
minimal 5.
b) Ketuban
negatif atau dipecahkan.
c) Anak
hidup, letak kepala atau bokong.
d) Penurunan
minimal H II.
e) His
dan reflek mengejan baik.
K.
Pengelolaaan Selama
Persalinan Hamil Serotinus
Menurut Kurniawati (2009) yaitu
pengolalaan selama persalinan tentang serotinus sebagai berikut :
1) Pemantauan
yang baik terhadap ibu (aktivitas uterus) dan kesejahteraan janin.
2) Hindari
penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan.
3) Awasi
jalannya persalinan.
4) Persiapan
oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi kegawatan janin.
5) Cegah
terjadinya aspirasi mekoneum dengan segera mengusap neonatus dan dilanjutkan
resusitasi sesuai dengan prosedur pada janin dengan cairan ketuban bercampur
mekoneum.
6) Segera
setelah lahir, bayi harus segera di periksa terhadap kemungkinan hipoglikemia,
hipovolemi, hipotermi, dan polisitemi.
7) Pengawasan
ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda serotinus.
8) Hati-hati
kemungkinan terjadinya distosia bahu.
9) Perlu
kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin serotinus
sehingga setiap persalinan kehamilan serotinus harus dilakukan pengamatan ketat
dan sebaiknya dilaksanakan di Rumah Sakit.
BAB III
KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1. Data
Subyektif
Informasi
yang dicatat mencakup identitas, keluhan yang diperoleh dari hasil wawancara
langsung kepada pasien / klien (anamnesis) atau dari keluarga dan tenaga
kesehatan, menurut Wildan (2009 : 34) adalah :
a) Identitas
/ Biodata Pasien suami dan istri adalah nama, umur, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
b) Alasan
datang : Untuk mengetahui alasan pasien datang ke tempat pelayanan kesehatan.
c) Keluhan
utama : Alasan wanita datang mengunjungi klinik / RB / RS / dan diungkapkan
dengan kata-kata sendiri.
d) Riwayat
kesehatan antara lain riwayat kesehatan dahulu, sekarang, dan riwayat kesehatan
keluarga, juga riwayat alergi dan pengobatan.
e) Riwayat
perkawinan
Dikaji
untuk mengetahui berapa kali menikah, berapa usia pasien saat menikah, usia
pasangan pasien saat menikah, berapa lama pasien menikah dan berapa jumlah
anaknya.
f) Riwayat
obstetric
-
Riwayat menstruasi
Untuk
mengetahui tentang pertama kali pasien mendapatkan menstruasi (menarce), siklus, lama menstruasi,
banyak menstruasi, bentuk darah apakah cair atau menggumpal, warna darah, dismenorea, flour albus dan untuk
mengetahui hari pertama menstruasi terakhir serta tanggal kelahiran dari
persalinan.
g) Riwayat
kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Untuk mengetahui pada tanggal, bulan, tahun berapa anaknya
lahir, tempat persalinan, umur kehamilan, jenis persalinan, penolong
persalinan, penyulit dalam bersalinan, jenis kelahiran berat badan lahir,
panjang badan lahir, riwayat nifas yang lalu, keadaan anak sekarang, untuk
mengetahui riwayat yang lalu sehingga bisa menjadi acuan dalam pemberian
asuhan, menurut Prawiroharjo (2008 : 414).
h) Riwayat
kehamilan sekarang
Untuk mengetahui ibu hamil yang ke berapa, HPHT, HPL, berat
badan sebelum dan sekarang, periksa ANC sebelumnya dimana, berapa kali dan
keluhannya apa, suntik TT berapa kali, obat-obatan yang pernah dikonsumsi apa
saja, gerakan janin yang pertama pada usia kehamilan berapa bulan dan gerakan
sekarang kuat atau lemah, kebiasaan ibu dan keluarga yang berpengaruh negatif
terhadap kehamilannya.
i)
Riwayat KB
Untuk mengetahui sebelum ibu hamil pernah menggunakan alat
kontrasepsi atau tidak, berapa lama menggunakannya, alas an mengapa ibu
menggunakan alat kontrasesi tersebut, dan mengapa ibu menghentikan pemakaian
alat kontrasepsi tersebut, menurut Huliana (2007 :76-77).
j)
Pola kebutuhan sehari-hari meliputi pola
nutrisi, pola eliminsi, pola aktivitas pekerjaan, pola istirahat, personal
hygiene, pola seksual, menurut Muslihatun (2009 : 137).
k) Psikososial
spiritual meliputi tanggapan dan dukungan keluarga, pengambilan keputusan dalam
keluarga, ketaatan beribadah, lingkungan yang bepengaruh.
2. Data
Obyektif
Menurut Wildan (2009 : 34), pencatatan dilakukan dari hasil
pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus kebidanan, data penunjang, hasil
laboratorium seperti VDRL, HIV, pemeriksaan radiodiagnostik, ataupun USG yang
dilakukan sesuai dengan beratnya masalah. Data yang telah dikumpulkan diolah,
disesuaikan dengan kebutuhan pasien kemudian dilakukan pengolahan data yaitu
menggabungkan dan menghubungkan data satu dengan yang lainnya sehingga
menunjukkan fakta. Tujuan dari pengolahan data adalah untuk menunjukkan fakta
berdasarkan kumpulan data. Data yang telah diolah dianalisis dan hasilnya
didokumentasikan.
1) Pemeriksaan
Umun
a) Keadaan
Umum (KU)
Untuk
menilai keadaan pasien pada saat itu secara umum.
b) Kesadaran
Untuk
mengetahui tingkat kesadaran ibu apakah composmentis
(Kesadaran penuh dengan memberikan respon yang cukup terhadap stimulus
yang diberikan), somnolen (kesadaran
yang mau tidur saja, dapat dibangunkan dengan rasa nyeri tetapi tidur lagi),
koma (tidak dapat bereaksi terhadap stimulus yang diberikan atau rangsangan
apapun, reflek pupil terhadap cahaya tidak ada).
c) Tanda-tanda
Vital (TTV)
Pada
pengukuran tanda-tanda vital yang diukur adalah tekanan darah, nadi, respirasi,
dan suhu.
d) Berat
Badan (BB)
Untuk
mengetahui berat badan pasien dalam satuan kilogram (Buku Panduan Praktik
Klinik Kebidanan).
e) Tinggi
Badan (TB)
Dikaji
untuk mengetahui tinggi badan ibu dalam satuan sentimeter, menurut Saminem
(2009 : 23).
f) LILA
(Lingkar Lengan Atas)
Untuk
mengetahui status gizi pasien.
2) Pemeriksaan
fisik / Status Present adalah
pemeriksaan kepala, muka, mata, hidung, telinga, mulut, leher, ketiak, dada,
abdomen, punggung, genetalia, ektermitas atas dan bawah, anus.
3) Pemeriksaan
khusus obstetric, menurut
Hidayat (2008 : 142-145)
a) Inspeksi
Inspeksi
adalah proses pengamatan dilakukan untuk mengetahui apakah ada pembengkakan
pada wajah dan ekstermitas, pada perut apakah ada bekas operasi atau tidak.
b) Palpasi
Palpasi
adalah pemeriksaan dengan indra peraba yaitu tangan, yang berguna untuk
memeriksa payudara apakah ada benjolan atau tidak, pemeriksaan abdomen yaitu
memeriksa Leopold I, II, III, dan IV.
c) Auskultasi
Denyut
Jantung Janin (DJJ) yaitu salah satu tanda pasti hamil dan kehidupan janin. DJJ
mulai terdengar pada usia kehamilan 16 minggu. Dengan dopler DJJ mulai
terdengar usia kehamilan 12 minggu. Normalnya denyut jantung janin (DJJ) yaitu
120-160x/menit.
3. Pemeriksaan
penunjang, menurut Muslihatun (2009 : 141) :
Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, dan
penyakit yang menyertai kehamilan, besalin dan nifas. Pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan penunjang lainnya : memeriksa hemoglobin, golongan darah,
rubella, VDRL / RPR dan HIV. Pemeriksaan HIV harus dilakukan persetujuan ibu
hamil.
B.
Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas
berhubungan dengan partus lama (serotinus).
2. Resiko
injuri / kematian janin berhubungan dengan berkurangnya cairan amnion,
distorsia, inersia uteri.
3. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan kulit kering, rapuh daan mudah mengelupas,
desquamasi epitel.
4. Resiko
perdarahan berhubungan dengan atonia uteri.
5. Nyeri
akut berhubungan dengan eksisi post operasi SC, episiotomi.
6. Resiko
infeksi berhubungan dengan luka terbuka post operasi (porte de entre), pasca
persalinan.
7. Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer (uterus, plasenta) berhubungan dengan kolaps plasenta
akibat kehamilan lewat waktu / partus lama.
8. Gangguan
tumbuh kembang janin (dismatur) berhubungan dengan penurunan suplai darah dan
nutrisi ke janin.
C.
Intervensi Keperawatan
1. Ansietas
berhubungan dengan partus lama (serotinus).
NOC :
-
Anxiety self control
-
Anxiety level
-
Coping
Kriteria
Hasil :
-
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan
gejala cemas.
-
Vital sign dalam batas normal.
-
Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan
teknik untuk mengontrol cemas.
NIC :
-
Kaji penyebab cemas.
-
Identifikasi tingkat kecemasan.
-
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi.
-
Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi.
-
Berikan obat untuk mengurangi kecemasan.
2. Resiko injury
/ kematian janin berhubungan dengan berkurangnya cairan amnion, distorsia,
inersia uteri.
Tujuan :
resiko cedera pada janin akan berkurang.
NOC :
NIC :
-
Kaji DJJ secara manual atau elektronik.
Rasional : mendeteksi respon
abnormal, seperti bradikardi, thakikardi yang mungkin disebabkan karena stress,
hipoksia dan asidosis.
-
Kaji malposisi dengan menggunakan maneuver
leopold dan temuan pemeriksaan internal.
Rasional : menentukan letak
janin, posisi dan presentasi dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang
memeperberat disfungsional persalinan.
-
Siapkan metode untuk melahirkan yang paling
layak, bila janin pada presentase kening, wajah, dan dagu.
Rasional : presentase ini
meningkatkan resiko CPD, karena diameter lebih besar dari tengkorak janin masuk
ke pelvic karena kegagalan kemajuan dan pola persalinan memerlukan
kelahiran secara cesar.
-
Perhatikan warna dan jumlah cairan amnion bila
pecah ketuban.
Rasional : ketuban cairan
amnion menyebabkan distensi uterus berlebihan yang berhubungan dengan anomali
janin.
3. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas,
desquamasi epitel.
NOC:
-
tissue integrity : skin and mucous
kriteria
hasil :
-
perfusi jaringan baik.
-
tidak ada luka.
-
integritas kulit yang baik bisa dipertahankan.
NIC :
pressure manajement
-
jaga kebersihan kulit .
-
mobilisasi pasien.
-
monitor kulit adanya kemerahan.
-
monitor status nutrisi pasien.
4. Resiko
perdarahan berhubungan dengan atonia uteri.
NOC :
-
Blood lose severity
-
Blood koagulation
Kriteria
hasil :
-
Tidak ada hematuria dan hematemesis.
-
Kehilangan darah yang terlihat.
-
Tekanan darah dalam batas yang normal systole
dan diastole.
-
Tidak ada perdarahan pervaginam.
-
Tidak ada distensi abdominal.
-
Hemoglobin dan hematocrit dalam batas normal.
NIC:
-
Monitor ketat tanda-tanda perdarahan.
-
Catat nilai Hb dan Ht sebelum dan sesudah
terjadinya perdarahan.
-
Montor nilai lab. (koagulasi) yang meliputi
PTT, PT, trombosit.
-
Memonitor TTV.
-
Pertahankan bedrest selama perdarahan aktif.
-
Monitor status cairan meliputi intake dan
output.
-
Lakukan manual pressure (tekanan) pada area
perdarahan atau diberikan tampon.
5.
Nyeri akut berhubungan dengan eksisi post operasi
SC, episiotomi.
NOC :
-
Pain level
-
Pain control
-
Confort level
Kriteria
hasil :
-
Mampu mengontrol nyeri.
-
Melaporkan bahwa nyeri berkurang.
-
Mampu mengenali nyeri.
NIC:
Pain manajement
-
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
-
Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan.
-
Ajarkan tentang teknik non farmakologi.
-
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
6. Resiko
infeksi berhubungan dengan luka terbuka post operasi (porte de entre), post
persalinan.
NOC :
-
Immune status
-
Knowledge : infection control
-
Risk control
Kriteria
hasil :
-
Klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi.
-
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya
infeksi.
-
Jumlah leukosit dalam batas normal.
NIC :
infection control
-
Monitor tanda dan gejala infeksi pertahankan
teknik asepsis pada pasien yang beresiko.
-
Batasi pengunjung bila perlu.
-
Pertahankan teknik isolasi.
-
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
melakukan tindakan keperawatan.
-
Pertahankan lingkungan aseptic selama
pemasangan alat.
-
Berikan terapi antibiotic bila perlu.
7. Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer (uterus, plasenta) berhubungan dengan kolaps plasenta
akibat kehamilan lewat waktu / partus lama.
NOC :
-
Circulasi ststus
-
Tissue perfusion
Kriteria
hasil :
-
Tekanan sistole dan diastole dalam rentang yang
diharapkan.
-
Tidak ada ortostatik hipertensi.
-
Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan
intracranial.
NOC :
manajemen sensasi perifer
-
Monitor adanya paretese.
-
Kolaborasi pemberian analgetik.
-
Monitor adanya tromboplebitis.
-
Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Achadiat,
Dr. Chrisdiono M. 2004. Prosedur Tetap Obstetrik
dan Ginekologi. Jakarta : EGC
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Profile
Dinas Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010. Semarang
Freddy Panjaitan. 2012. Kehamilan serotinus. (https://
freddypanjaitan. wordpress. com/2012/01/10kehamilan-lewat-waktu-serotinus/) (Online), diakses pada
tanggal 10 januari 2015.
Hidayati,
Ratna. 2009. Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Fisiologis dan Patologis.
Jakarta: Salemba Medika
Huliana,
Mellyna. 2007. Panduan Menjalani Kehamilan Sehat. Jakarta : Puspa Swara
Kurniawati,
D (dkk). 2009. Obgynacea (Obgyndan Ginekologi).
Yogyakarta: TOSCA
Manuaba,
I.B.G. 2009. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Mochtar,
Rustam. 2009. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.
Muslihatun.
WN dkk. 2009. Dokumentasi Kebidanan. Yogjakarta
: Fitramaya
Prawirohardjo,
S. 2009. Ilmu Kebidanan. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta.
Saminem,
HJ. 2009. Kehamilan Normal : Seri Asuhan Kebidanan.
Jakarta : EGC
Trihendradi
dkk. 2010. Wonderpa Indahnya Pendampingan. Yogyakarta : ANDI
Wiknjosastro,
Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Wiknjosastro,
Hanifa. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wildan,
M. 2008. Dokumentasi Kebidanan.
Jakarta : Salemba Medika.
0 Komentar untuk "LAPORAN PENDAHULUAN KEHAMILAN DENGAN SEROTINUS (KEHAMILAN LEWAT BULAN) -- Jofan Arya Pratama"