Pesbuk Saya

Pesbuk Saya

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Perdarahan Post Partum / Post Partum Haemoragic (PPH)




Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Perdarahan Post Partum / Post Partum Haemoragic (PPH)



Disusun Oleh :
Nama          : Jofan Arya Pratama
NIM            : 2011011193
Kelompok   : 1 (in partu)
 
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CENDEKIA UTAMA KUDUS
2015



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh  perdarahan post partum.
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani dan cedera pada serviks uteri.

B.    Tujuan penulisan
1.      Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan klien dengan pendarahan post partum.
2.      Tujuan Khusus
a.       Dapat melakukan pengkajian secara langsung pada klien pendarahan post partum.
b.      Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada klien pendarahan post partum.
c.       Dapat membuat perencanaan pada klien pendarahan post partum.
d.      Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada klien pendarahan post partum.

BAB II
LANDASAN TEORI

A.   Konsep Dasar Penyakit
1.      Definisi
Pendarahan pasca persalinan (post partum) adalah pendarahan pervaginam 500 ml atau lebih sesudah anak lahir. Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Pendarahan pasca persalinan dapat disebabkan oleh atonia uteri, sisa plasenta, retensio plasenta, inversio uteri dan laserasi jalan lahir .
Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu; ¼ dari kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan postpartum, plasenta previa, solution plaentae, kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia mengurangkan daya tahan tubuh. Perdarahan postpartum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu : 
a.       Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera). Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
b.      Perdarahan Masa Nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder atau Perdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau Late PPH). Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal. 
Menurut Wiknjisastro H. (1960) post partum merupakan salah satu dari sebab utama kematian ibu dalam persalinan, maka harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum yaitu :
a.       Penghentian perdarahan
b.      Jaga jangan sampai timbul syok
c.       Penggantian darah yang hilang
Post partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik fisik maupun psikososial terhadap proses melahirkan. Dimulai segera setelah bersalin sampai tubuh menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati keadaan sebelum hamil (6 minggu). Masa post partum dibagi dalam tiga tahap : Immediate post partum dalam 24 jam pertama, Early post partum period (minggu pertama) dan Late post partum period (minggu kedua sampai minggu ke enam). Potensial bahaya yang sering terjadi adalah pada immediate dan early post partum period sedangkan perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi pada late post partum period. Bahaya yang paling sering terjadi itu adalah perdarahan paska persalinan atau HPP (Haemorrhage Post Partum).
Menurut Willams & Wilkins (1988) perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa post partum yang lebih dari 500 cc segera setelah bayi lahir. Tetapi menentukan jumlah perdarahan pada saat persalinan sulit karena bercampurnya darah dengan air ketuban serta rembesan dikain pada alas tidur. POGI, tahun 2000 mendefinisikan perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada masa post partum yang menyebabkan perubahan tanda vital seperti klien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, dalam pemeriksaan fisik hiperpnea, sistolik < 90 mmHg, nadi > 100 x/menit dan kadar Hb < 8 gr %.

2.      Etiologi
Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan perdarahan post partum adalah sebagai berikut :
a.       Atonia uteri
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya pendarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan. Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan pendarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan. 
b.      Robekan jalan lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pascapersalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina.
c.     Retensio plasenta
Keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta, antara lain : 
Ø  Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring. 
Ø  Kelainan dari plasenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus.
Ø  Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
d.      Inversio uteri
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi diluar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah. Inversio uteri dapat menyebabkan pendarahan pasca persalinan segera, akan tetapi kasus inversio uteri ini jarang sekali ditemukan. Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Inversio uteri terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversio uteri bisa terjadi spontan atau sebagai akibat tindakan. Pada wanita dengan atonia uteri kenaikan tekanan intraabdominal dengan mendadak karena batuk atau meneran, dapat menyebabkan masuknya fundus ke dalam kavum uteri yang merupakan permulaan inversio uteri. Tindakan yang dapat menyebabkan inversio uteri adalah perasat Crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus.

3.      Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan serviks, vagina dan perineum.

4.      Pathway
TERLAMPIR

5.      Gejala klinik
Untuk memperkirakan kemungkinan penyebab perdarahan paska persalinan sehingga pengelolaannya tepat, perlu dibenahi gejala dan tanda sebagai berikut :
a.       Uterus tidak berkontraksi dan lembek
b.      Perdarahan segera setelah bayi lahir
c.       Syok
d.      Bekuan darah pada serviks atau pada posisi terlentang akan menghambat aliran darah keluar
e.       Atonia uteri
f.       Darah segar mengalir segera setelah anak lahir
g.      Uterus berkontraksi dan keras
h.      Plasenta lengkap
i.        Pucat
j.        Lemah
k.      Mengigil
l.        Robekan jalan lahir
m.    Plasenta belum lahir setelah 30 menit
n.      Perdarahan segera, uterus berkontraksi dan keras
o.      Tali pusat putus
p.      Inversio uteri
q.      Perdarahan lanjutan
r.        Retensio plasenta
s.       Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap
t.        Perdarahan segera
u.      Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang
v.      Tertinggalnya sebagian plasenta
w.    Uterus tidak teraba
x.      Lumen vagina terisi massa
y.      Neurogenik syok, pucat dan limbung
z.       Inversio uteri

6.      Komplikasi
Perdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan :
a.       Syok hemoragie
Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan selanjutnya merusak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan.
b.      Anemia
Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak juga pada asupan ASI bayi.
c.       Sindrom Sheehan
Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisi dapat mempengaruhi sistem endokrin.

7.      Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan :
a.       Pemeriksaan Laboratorium
Kadar Hb, Ht, Masa perdarahan dan masa pembekuan.
b.      Pemeriksaan USG
Hal ini dilakukan bila perlu untuk menentukan adanya sisa jaringan konsepsi intrauterine.
c.       Kultur uterus dan vaginal
Menentukan efek samping apakah ada infeksi yang terjadi.
d.      Urinalisis
Memastikan kerusakan kandung kemih.
e.       Profil Koagulasi
Menentukan peningkatan degradasi kadar produk fibrin, penurunan fibrinogen, aktivasi masa tromboplastin dan masa tromboplastin parsial.

8.      Penatalaksanaan
a.   Pencegahan
Ø  Obati anemia dalam masa kehamilan.
Ø  Pada pasien yang mempunyai riwayat perdarahan sebelumnya, agar dianjurkan untuk menjalani persalinan di RS.
Ø  Jangan memijat dan mendorong uterus sebelum plasenta lepas.
b.      Penanganan
Ø  Tentukan CGS atau tingkat kesadaran.
Ø  Bila syok dan koma maka kolaborasikan terapi intravena berupa cairan pengganti atau tranfusi darah.
Ø  Kontrol perdarahan dengan pemberian O2 3lt/menit.
c.       Penatalaksanaan secara umum saat terjadinya perdarahan
Ø  Hentikan perdarahan.
Ø  Cegah terjadinya syok.
Ø  Ganti darah yang hilang.
d.      Penatalaksanaan khusus:
Ø  Tahap I (perdarahan yang tidak terlalu banyak) : Berikan uterotonika, urut / massage pada rahim, pasang gurita.
Ø  Tahap II (perdarahan lebih banyak) : Lakukan penggantian cairan (transfusi atau infus), prasat atau manuver (Zangemeister, frits), kompresi bimanual, kompresi aorta, tamponade uterovaginal, menjepit arteri uterina.
Ø  Bila semua tindakan di atas tidak menolong : Ligasi arteria hipogastrika, histerekstomi.






B.    Konsep Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun.
b.      Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
c.       Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus lama / kasep, chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.
d.      Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi
e.       Pengkajian fisik : 
Tanda vital :
·         Tekanan darah : Normal / turun (110/70-120/80 mmHg)
·         Nadi : Normal / meningkat (60-100x/menit)
·         Pernafasan : Normal / meningkat (16-24x/menit)
·         Suhu : Normal / meningkat (36-37,50 C)
Kesadaran : Normal / turun
Fundus uteri / abdomen : lembek / keras, subinvolusi
Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refill time memanjang
Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea (jumlah dan jenis)
Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun / berkurang.

2.      Diagnosa Keperawatan
a)      Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan jumlah haemoglobin dalam darah, perdarahan pasca persalinan.
b)      Resiko syok hipovolemik b/d perdarahan aktif pasca persalinan, berkurangnya jumlah cairan intravaskuler.
c)      Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan, luka pasca operasi.
d)     Resiko infeksi b/d porte de entre, luka pasca operasi.

3.      Intervensi Keperawatan
a)      Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan jumlah haemoglobin dalam darah, perdarahan pasca persalinan.
NOC : perfusi jaringan adekuat / efektif
NIC :
Ø  Monitor keadaan umum, dan TTV
Ø  Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
Ø  Monitor adanya paretese.
Ø  Monitor adanya tanda-tanda hipoksia.
Ø  Batasi aktivitas / anjurkan untuk bedrest.
Ø  Berikan cairan parenteral : infuse.
Ø  Kolaborasi pemberian obat sesuai advis.
b)      Resiko syok hipovolemik b/d perdarahan aktif pasca persalinan, berkurangnya jumlah cairan intravaskuler.
NOC : tidak terjadi syok
NIC :
Ø  Monitor keadaan umum, dan TTV
Ø  Monitor tanda-tanda awal syok.
Ø  Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan.
Ø  Monitor nilai input dan output (balance cairan).
Ø  Monitor adanya tanda-tanda hipoksia.
Ø  Pantau nilai laborat : Hb. Ht, AGD, elektrolit.
Ø  Pertahankan kepatenan jalan napas.
Ø  Batasi aktivitas / anjurkan untuk bedrest.
Ø  Berikan cairan parenteral : infuse.
Ø  Kolaborasi pemberian obat sesuai advis.
c)      Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan, luka pasca operasi.
NOC : nyeri berkurang / hilang
NIC :
Ø  Lakukan pengkajian nyeri dengan PQRST.
Ø  Monitor keadaan umum, dan TTV.
Ø  Monitor skala nyeri.
Ø  Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.
Ø  Kolaborasi pemberian obat analgetik sesuai advis.
d)     Resiko infeksi b/d porte de entre, luka pasca operasi.
NOC : tidak terjadi infeksi
NIC :
Ø  Monitor keadaan umum, dan TTV
Ø  Pantau tanda-tanda infeksi.
Ø  Lakukan hecting luka.
Ø  Melakukan perawatan luka (ganti balut).
Ø  Lakukan tindakan dengan prosedur aseptic.
Ø  Gunakan alat pelindung diri (APD).
Ø  Batasi pengunjung yang datang.
Ø  Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai advis.

4.      Pelaksanaan
Penanganan perdarahan pasca persalinan pada prinsipnya adalah hentikan perdarahan, cegah/atasi syok, ganti darah yang hilang dengan diberi infus cairan (larutan garam fisiologis, plasma ekspander, Dextran-L, dan sebagainya), transfusi darah, kalau perlu oksigen. Walaupun demikian, terapi terbaik adalah pencegahan. Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan "antenatal care" yang baik. Ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan post partum sangat dianjurkan untuk bersalin di Rumah Sakit. Di Rumah Sakit, diperiksa kadar fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalianan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim. 
Anemia dalam kehamilan, harus diobati karena perdarahan dalam batas batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia. Apabila sebelumnya penderita sudah pernah mengalami perdarahan post partum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus, dan solutio plasenta.
Dalam kala III, uterus jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan pascapersalinan. Sepuluh satuan oksitosin diberikan intramuskular segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir, hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin, intramuskular. Kadang-kadang pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi lahir pada presentasi kepala menyebabkan plasenta terlepas segera setelah bayi seluruhnya lahir; dengan tekanan pada fundus uteri, plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu bayi lahir adalah terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada persalinan gameli yang tidak diketahui sebelumnya.
Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir, ada dua hal yang harus segera dilakukan, yaitu menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Tetapi apabila plasenta sudah lahir, perlu ditentukan apakah disini dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan yang disebabkan oleh atonia uteri, dengan segera dilakukan massage uterus dan suntikan 0,2 mg ergometrin intravena.

5.      Evaluasi
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil : 
a.       Tanda vital dalam batas normal :
Ø  Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
Ø  Denyut nadi : 60-100 x/menit
Ø  Pernafasan : 16-24 x/menit
Ø  Suhu : 36-37,50 C
b.      Kadar Hb : 12-16 gr%.
c.       Gas darah dalam batas normal.
d.      Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang komplikasi dan pengobatan yang dilakukan.
e.       Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan perasaan psikologis dan emosinya.
f.       Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari.
g.      Klien tidak merasa nyeri.
h.      Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya.

6.      Penkes
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya Perdarahan Post Partum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara legeartis. Apabila persalinan diawasi oleh dokter spesialis obstetric-ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrik secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi perdarahan yang terjadi.




BAB III
PENUTUP

A.   Simpulan
Post partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik fisik maupun psikososial terhadap proses melahirkan. Dimulai segera setelah bersalin sampai tubuh menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati keadaan sebelum hamil (6 minggu). Masa post partum dibagi dalam tiga tahap : Immediate post partum dalam 24 jam pertama, Early post partum period (minggu pertama) dan Late post partum period (minggu kedua sampai minggu ke enam). Potensial bahaya yang sering terjadi adalah pada immediate dan early post partum period sedangkan perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi pada late post partum period. Bahaya yang paling sering terjadi itu adalah perdarahan paska persalinan atau HPP (Haemorrhage Post Partum).

B.   Saran
Diharapkan askep ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan pelayanan keperawatan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan untuk para tim medis agar dapat meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang keperawatan sehingga dapat memaksimalkan kita untuk memberikan health education dalam perawatan perdarahan postpartum.



DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical Surgical Nursing –2, JB. Lippincot Company, Philadelpia.
Klein. S (1997), A Book Midwives; The Hesperien Foundation, Berkeley, CA.
Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring , Fifth Edition, Mosby Year Book, Philadelpia.
Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H (1997), Ilmu Kandungan, Gramedia, Jakarta.
RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil, FK. UNAIR, Surabaya
Subowo (1993), Imunologi Klinik, Angkasa, Bandung.
Tabrani Rab 9 1998), Agenda Gawat Darurat, Alumni, Bandung.
Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Perdarahan Post Partum / Post Partum Haemoragic (PPH)"

 
Template By Kunci Dunia
Back To Top